Sekitar 156 juta kasus pneumonia baru pertahun terjadi di seluruh dunia dan menjadi
penyebab kematian 1,5 juta anak usia di bawah lima tahun (balita) setiap tahun. Sayangnya, penyebab kematian utama pada balita ini termasuk dalam kelompok pembunuh yang terlupakan karena kurangnya edukasi dan tingkat kesadaran yang rendah masyarakat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil penelitian Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah, NTB, yang diketuai oleh Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K) sebagai peneliti utama di lima puskesmas di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu Puskesmas Praya, Pringgerata, Ubung, Puyung dan Mantang menemukan, sekitar 33 persen dari 1200 anak sehat yang diteliti ditemukan kuman S. pneumonia di nasofaringnya.
Angka prevalensi ini menurun bila dibandingkan dengan penelitian Soewignyo pada tahun 1997, dimana prevalensinya saat itu adalah 48 persen.
"Hal ini menunjukkan kolonisasi pada anak sehat tidak banyak berubah. Karenanya, meski prevalensinya menurun tetap harus diwaspadai," ujar Prof. DR. Dr. Sri Rezeki Hadinegoro, SpA(K) Ketua Peneliti Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI di Jakarta, Sabtu (29/9/2012).
Dikatakannya, setelah dilakukan pemeriksaan dengan PCR didapatkan pneumokokus dengan 25 serotipe, dengan persentase 3 serotipe terbanyak adalah 6A/B, 19F, dan 23F. Hal ini berbeda dengan penelitian pada tahun 1997, dimana dari 221 isolat yang positif biakan pneumokokusnya, ditemukan pneumokokus dengan 17 serogrup/serotipe, dan yang terbanyak secara berturut-turut adalah Serogrup 6, 23, dan 15," tambahnya .
Ditambahkan, berdasarkan hasil uji kepekaan pneumokokus terhadap antibiotik, sebagian besar masih sensitif terhadap antibiotik yang biasa digunakan di puskesmas (diatas 94 persen), dengan tingkat resistensi dibawah 2 persen yakni. antibiotik cefadroxil, cefuroxime, amoxicilin, ampicilin, clindamicin, dan penicilin. Uji kepekaan yang paling rendah adalah terhadap antibiotik Kotrimoksazol, yang sensitivitasnya hanya 36 persen dan resistensinya 48,6 persen.
"Tingkat resistensi terhadap obat kotrimoksazol meningkat dari 12 persen menjadi 48,6 persen yang menunjukkantingkat resistensi obat ini terhadap pneumokokus, dan tidak mustahil juga pada kuman-kuman yang lain, semakin meningkat. Karenanya penggunaan antibiotik ini sebagai pengobatan lini pertama, perlu dievaluasi lagi," tegasnya.
Dari penelitian yang dilakukan Sri Rezeki didapatkan fakta 72 persen dari 1200 anak yang dilakukan pengambilan apusan di nasofaringnya, ternyata merupakan terpapar asal rokok yang dari perokok anggota keluarganya lainnya. Paparan asap rokok ini dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya infeksi oleh kuman pneumokokus.
Meski menjadi pembunuh balita nomor satu, pneumonia masih belum banyak diperhatikan. Masyarakat di pedesaan maupun perkotaan banyak yang belum menyadari ancaman serius akibat penyakit ini.
Masyarakat lebih memperhatikan penyakit balita seperti diare, campak, polio bahkan HIV/ AIDS. Padahal sejak awal 1980-an sampai saat ini,di puskesmas- puskesmas pneumonia selalu menjadi penyakit yang paling banyak diderita balita. Karenanya diperlukan edukasi dan penatalaksanaan untuk mneingkatkan kewaspadaan masyarakat.
"Disisi lain perlu kesadaran pentingnya Vaksinasi atau imunisasi sebagai upaya preventif mengantisipasi pneumonia," tuturnya.
Seperti diketahui, Streptococcus pneumoniae atau yang juga disebut dengan Pneumokokus adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit yang ringan maupun berat pada manusia. Penyakit berat yang ditimbulkannya disebut dengan Penyakit Pneumokokal Invasif atau Invasif Pneumococcal Disease (IPD), yaitu Radang Paru Akut, Bakteremia dan Radang Selaput Otak. Infeksi pneumokokus dapat menyebabkan penyakit yang sering terjadi pada anak khususnya yang berusia kurang dari lima tahun.
Dalam kondisi normal, bakteri ini dapat ditemukan di daerah belakang hidung (nasofaring) sebagai kuman atau bakteri komensal, yaitu bakteri yang biasa ada di suatu tempat di tubuh manusia tanpa menimbulkan penyakit, dan disebut dengan Karier Nasofaring.
Dalam kondisi tertentu, yang menurunkan daya tahan tubuh anak, seperti infeksi virus yang berulang, kebiasaan terpapar asap rokok, dan lain-lain, kuman ini bisa memasuki aliran darah dan menyebabkan IPD.
0 komentar:
Posting Komentar