Dilihat dari posisi kedua masjid peninggalan Kiai Muara Ogan berada di tepi Sungai Musi, besar kemungkinan sebagian besar aktifitas beliau berada di kawasan perairan Sungai Musi. Biasanya beliau menggunakan perahu kayu mengarungi Sungai Musi bersama murid-muridnya.
Arsitektur Masjid Lawang Kidul menyerupai Masjid Agung Palembang dan Masjid Kiai Muara Ogan. Ada ciri khas pada Masjid Lawang Kidul, yakni menara masjid memiliki tiga undakan pada bagian tubuh menara. Kemudian, atap masjid pada bangunan utama melebar memayungi ruangan utama di bawahnya.
Atap Masjid Lawang Kidul memiliki tiga undakan. Uniknya, undakan kedua seakan-akan menutupi undakan pertama. Diantara undakan kedua dan ketiga tidak ada diberi sekat jendela. Bagian puncak atap terpasang bulan sabit. Atap ruangan mihrab tidak sama dengan atap utama masjid. Atap mihrab dibuat sangat mirip dengan atap kelenteng.
Material masjid terdiri atas campuran batu kapur, putih telur dan pasir. Bahan-bahan inilah yang mempertahankan lamanya usia bangunan. Material utama lainnya adalah kayu unglen untuk unsur tiang, pintu, atap, dan jendela.
Pilar utama masjid yang terdiri dari empat soko guru setinggi 8 meter dengan 12 pilar pendamping setinggi 6 meter. Seluruh tiang masjid berbentuk segi-delapan. Empat alang (penyangga) atap sepanjang 20 meter juga terbuat dari kayu unglen yang disusun tanpa sambungan.
Tiang masjid lainnya terpasang di serambi. Ukurannya sedikit lebih besar dari tiang utama di ruangan utama. Pola pahatan tiang serambi berbentuk oval dengan sudut melengkung. Dasar dan puncak tiang dibentuk bulatan cincin.
Bahan atap pada mulanya genteng belah bambu, kemudian diganti dengan genteng kodok. Renovasi masjid dilaksanakan pada kurun tahun 1983-1987 untuk mengganti beberapa bagian masjid yang sulit dipertahankan lebih lama. Namun bentuk bangunan tidak diubah sama sekali. Bangunan utama masjid tetap berukuran 20 meter x 20 meter. Penambahan pada bagian tempat wudhu, toilet, kelas TK-TPA, kantor yayasan masjid, sehingga ukuran luas masjid menjadi 40 meter x 41 meter. Perbaikan dan penambahan dilakukan pada atap teras, pagar masjid dan turap.
Interior Masjid Lawang Kidul lebih sederhana dari Masjid Kiai Muara Ogan. Hiasan ukiran dan kaligrafi hanya terdapat pada mimbar dan langit-langit ruangan utama. Ukiran kayu membentuk sulur-sulur bunga pada mimbar menunjukkan unsur budaya Melayu yang menyatu dengan alam. Pada langit-langit ruangan utama, kaligrafi empat sahabat utama Rasulullah SAW terbingkai serasi dengan ukiran sulur-sulur bunga yang senada pada mimbar.
Sang pendiri masjid, Kiai Muara Ogan, sangat gigih dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah Sumatera Selatan yang dahulu menjadi wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam ini. Beliau sangat dikagumi masyarakat karena kesungguhannya mengembangkan pendidikan Islam di Palembang. Beliau jadikan masjid sebagai pusat penggemblengan santri-santri yang kelak akan menjadi penerus beliau menyebarluaskan ajaran Islam hingga ke pelosok wilayah Sumatera Selatan.
Peninggalan Kiai Muara Ogan tidak hanya Masjid Lawang Kidul dan Masjid Kiai Muara Ogan di Palembang. Beliau meninggalkan pula tiga unit pemondokan jemaah haji di Saudi Arabia, sebuah masjid di Dusun Pedu Pemulutan OKI-Sumatera Selatan, dan masjid di Dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir-Sumatera Selatan.
Masjid Lawang Kidul dan Masjid Kiai Muara Ogan sampai kini tetap menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Selatan. Di tempat inilah ajaran Islam disebarluaskan dan berkembang dengan sangat baik oleh seorang saudagar berpengetahuan agama yang luas.
0 komentar:
Posting Komentar