Menurut saya, memang ada hal dalam hidup yang harus sesuai dengan norma, peraturan dan kebiasaan yang berlaku sehingga kita MEMANG HARUS peduli tentang apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Nggak mungkin juga, kan, kita tertawa keras-keras pada saat sedang melayat orang meninggal? Di sini mau nggak mau kita harus peduli dengan situasi yang sedang kita hadapi.
Tapi untuk hal-hal lain, kita sering banget mencari persetujuan dari orang lain untuk tiap hal yang kita lakukan—karena kita sangat peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Padahal menurut saya, salah satu penyesalan terbesar sebagai manusia bukan ketika kita membuat suatu keputusan yang salah, namun pada saat kita membiarkan orang lain mengambil keputusan untuk kita. Dan kalau kita mengandalkan persetujuan orang lain untuk hal yang kita lakukan, kita nggak akan pernah menemukan kepuasan terhadap diri sendiri.
Paling gampang coba lihat sosial media. Berapa banyak dari kita yang (diam-diam) sangat bahagia ketika mendapatkan banyak ‘like’ di Facebook atau tweet kita di-RT oleh banyak orang? Itu contoh paling sederhana bahwa kita memang senang ketika banyak orang yang setuju dengan sesuatu yang kita lakukan/katakan.
Tapi bisa membayangkan nggak sih, kalau ini terjadi dalam tataran yang lebih tinggi? Misalnya, kita mendefinisikan sukses atau bahagia dengan standar yang ditetapkan oleh orang lain. Orang lain berkata bahwa bahagia adalah ketika punya uang banyak dan jabatan yang tinggi—lalu kita mendefinisikan bahagia persis seperti itu. Padahal bisa saja, kalau kita mau jujur kepada diri sendiri, selalu sehat dan diberikan rezeki yang cukup saja sudah bisa membuat kita bahagia. Namun karena kita sangat terpengaruh terhadap apa yang orang lain pikirkan, maka kita menjalani hidup dengan standar mereka, bukannya dengan standar kita sendiri.
Tentunya hal kayak gini lebih gampang diomongin daripada dilakukan. Ya, kan? Oleh karena itu, menurut saya ada beberapa hal yang bisa kita jadikan pertimbangan kenapa terlalu peduli tentang apa kata orang nggak selamanya berdampak positif dalam hidup kita.
Paling gampang coba lihat sosial media. Berapa banyak dari kita yang (diam-diam) sangat bahagia ketika mendapatkan banyak ‘like’ di Facebook atau tweet kita di-RT oleh banyak orang? Itu contoh paling sederhana bahwa kita memang senang ketika banyak orang yang setuju dengan sesuatu yang kita lakukan/katakan.
Tapi bisa membayangkan nggak sih, kalau ini terjadi dalam tataran yang lebih tinggi? Misalnya, kita mendefinisikan sukses atau bahagia dengan standar yang ditetapkan oleh orang lain. Orang lain berkata bahwa bahagia adalah ketika punya uang banyak dan jabatan yang tinggi—lalu kita mendefinisikan bahagia persis seperti itu. Padahal bisa saja, kalau kita mau jujur kepada diri sendiri, selalu sehat dan diberikan rezeki yang cukup saja sudah bisa membuat kita bahagia. Namun karena kita sangat terpengaruh terhadap apa yang orang lain pikirkan, maka kita menjalani hidup dengan standar mereka, bukannya dengan standar kita sendiri.
Tentunya hal kayak gini lebih gampang diomongin daripada dilakukan. Ya, kan? Oleh karena itu, menurut saya ada beberapa hal yang bisa kita jadikan pertimbangan kenapa terlalu peduli tentang apa kata orang nggak selamanya berdampak positif dalam hidup kita.
1. Kita nggak bisa menyenangkan semua orang
Saya sudah menulis beberapa buku. Tiap kali melihat komentar yang diberikan para pembaca, perasaan saya campur aduk. Senang ketika ada yang bilang bagus, sedih ketika ada yang bilang terlalu cheesy dan standar atau bahkan jelek. Awalnya sih saya tertekan, tapi akhirnya saya berdamai dengan diri sendiri, dengan prinsip bahwa nggak mungkin semua orang menyukai buku saya. Pasti akan ada yang menjadi ‘haters’, entah mungkin standarnya memang sangat tinggi atau memang, sederhananya, buku saya bukan selera dia.
2. Berhenti untuk berpikir berlebihan...
Saya sudah menulis beberapa buku. Tiap kali melihat komentar yang diberikan para pembaca, perasaan saya campur aduk. Senang ketika ada yang bilang bagus, sedih ketika ada yang bilang terlalu cheesy dan standar atau bahkan jelek. Awalnya sih saya tertekan, tapi akhirnya saya berdamai dengan diri sendiri, dengan prinsip bahwa nggak mungkin semua orang menyukai buku saya. Pasti akan ada yang menjadi ‘haters’, entah mungkin standarnya memang sangat tinggi atau memang, sederhananya, buku saya bukan selera dia.
2. Berhenti untuk berpikir berlebihan...
....karena kita nggak bisa mengendalikan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Percayalah, kita ini bukan orang paling penting di dunia. Jadi ketika kita berpikir, ‘Aduh, si X mikir apa ya tentang gue?’ kemungkinan besar, sih, si X NGGAK SEDANG BERPIKIR apapun tentang kita. Dan kalaupun iya, biarin saja, deh. Di dunia ini terlalu banyak pendapat yang berbeda dan kita semua pasti setuju bahwa nggak akan pernah ada kesepakatan universal untuk setiap hal.
3. Bikin capek dan menguras energi
Setiap kali kita khawatir terhadap bagaimana orang menilai diri kita, maka kita menghabiskan energi sia-sia, yang sebenarnya bisa dihabiskan untuk hal lain yang lebih berguna. Eh, jangan salah. Mikir—apalagi penuh dengan kekhawatiran dan pikiran negatif—butuh banyak energi lho. Belum lagi waktu yang terbuang percuma.
4. Jadilah seseorang yang kita inginkan dan percaya diri menjalaninya
Kalau kita nggak yakin dengan diri sendiri, maka orang lain biasanya akan bisa melihat ketidakpercayaan diri kita. Mereka akan menilai dan (lebih parahnya) menyerang kita untuk membuat mereka merasa lebih baik dibanding kita. Jadi kalau kita nyaman dengan diri kita sendiri, kecenderungannya orang juga akan melihatnya sebagai sesuatu yang positif.
5. Terima diri kita apa adanya...
...karena satu-satunya persetujuan yang kita butuhkan adalah persetujuan dari diri sendiri. Ketika ini terjadi, mungkin kita akan menyadari bahwa hal-hal yang menjadi kekhawatiran kita sebenarnya nggak penting-penting amat dan nggak pada tempatnya kita mencari persetujuan orang lain untuk setiap detail hidup yang kita jalani.
Hidup hanya sekali, apakah kita akan membiarkan pikiran orang lain membuat hidup kita menjadi nggak nyaman? Kalau buat saya sih, itu terdengar menyedihkan.
3. Bikin capek dan menguras energi
Setiap kali kita khawatir terhadap bagaimana orang menilai diri kita, maka kita menghabiskan energi sia-sia, yang sebenarnya bisa dihabiskan untuk hal lain yang lebih berguna. Eh, jangan salah. Mikir—apalagi penuh dengan kekhawatiran dan pikiran negatif—butuh banyak energi lho. Belum lagi waktu yang terbuang percuma.
4. Jadilah seseorang yang kita inginkan dan percaya diri menjalaninya
Kalau kita nggak yakin dengan diri sendiri, maka orang lain biasanya akan bisa melihat ketidakpercayaan diri kita. Mereka akan menilai dan (lebih parahnya) menyerang kita untuk membuat mereka merasa lebih baik dibanding kita. Jadi kalau kita nyaman dengan diri kita sendiri, kecenderungannya orang juga akan melihatnya sebagai sesuatu yang positif.
5. Terima diri kita apa adanya...
...karena satu-satunya persetujuan yang kita butuhkan adalah persetujuan dari diri sendiri. Ketika ini terjadi, mungkin kita akan menyadari bahwa hal-hal yang menjadi kekhawatiran kita sebenarnya nggak penting-penting amat dan nggak pada tempatnya kita mencari persetujuan orang lain untuk setiap detail hidup yang kita jalani.
Hidup hanya sekali, apakah kita akan membiarkan pikiran orang lain membuat hidup kita menjadi nggak nyaman? Kalau buat saya sih, itu terdengar menyedihkan.
Sangat bermanfaat..thanks ya
BalasHapusSangat bermanfaat..thanks ya
BalasHapus